Sunday, 28 June 2015

Selamat Menunaikan Ibadah Puasa Ramadhan 2015



Saya mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa Ramadhan bagi yang membaca postingan saya ini. Semoga bulan Ramadhan tahun ini akan membawa banyak keberkahan dan kebaikan bagi kita semua. Amin.

Ok, langsung aja, ini akan jadi post yang benar-benar pendek karena saya juga masih belajar cara nge-blog. Jujur saya adalah orang yang rada old-fashioned, dan sedikit bangga dengan julukan saya itu. Kebetulan punya laptop juga baru sekarang saya berani utak-atik. Buat blog baru awal tahun 2015 ini dan masih nyaman hidup dengan media pendukung kegiatan baca-tulis yang lebih konvensional, ya, konvensional menurut saya.
Bicara tentang "konvensional menurut saya" saya jadi ingat cerita saya dulu waktu saya menghadap dosen untuk menyerahkan tugas akhir semester dan ditertawakan seisi kantor jurusan sastra karena keanehan pada ketikan saya. Dosen saya ini adalah dosen yang sangat teliti. Bahkan kalau tugas akhir masih bisa diserahkan langsung ke dia, pasti dia lebih memilih dengan cara itu daripada kita sekedar 'hit and run' alias drop di meja dosen dan kabur begitu saja sampai nilai jelek atau buruk keluar di hari pembagian kartu hasil studi (KHS). Bagi murid yang malas ini adalah dosen yang ingin sekali dihindari. Tapi bagi yang rajin dan butuh nilai yang cukup untuk lulus semua mata kuliah semester, orang tipe seperti dia adalah orang yang patut kita hormati.
Setelah ngedrop ketikan saya di meja dia dan saya pamit pulang, ngga lama si ibu dosen manggil saya. Bukan main paniknya karena saya ngga mengharapkan untuk revisi ketikan itu lagi karena dosen-dosen mata kuliah lain pun sudah 'menagih'  janji yang sama.
Dosen saya sambil memegang tugas saya bilang "ini tugas kamu kok bisa begini? Coba kesini sebentar." Serentak seisi ruang dosen menjadi hening. Dosen-dosen berhenti ngobrol dan semua mata tertuju pada kami berdua.
"Kamu pakai font apa ini? Ibu ngga nyuruh pakai font khusus sih, tapi ibu penasaran sama settingan ketikan kamu."
Saya disodori tugas saya sendiri dan diminta memeriksa ulang tiap halamannya. Jantung sudah deg-degan karena satu tugas yang harus direvisi akan memakan waktu yang berharga untuk mengerjakan tugas yang lainnya. Setelah membolak-balik tiap halamannya dengan pikiran yang kosong dan berpura-pura memeriksanya akhirnya saya menyerah pada bu dosen.
"Maap, Bu, sebetulnya ada apa sama settingannya ya?"
Dia dengan sopan menjelaskan keheranannya, "kamu nih kenapa ngga pakai Times New Roman atau Arial? Atau Garamond? Sama...mmm...ada yang aneh sama penampilannya gitu lho. Emang pakai aplikasi office apa kamu?"
Pertanyaan tentang office-office-an inilah yang dahulu saya paling hindari. Sampai sekarang, kalau saya boleh jujur, masih enggan juga kalau ditanya lebih detail tentang itu. Waktu jaman SMA saja saya masih pakai jasa tukang ketik dan minta print disana juga. Pada intinya, absennya komputer dan kawan-kawannya di kehidupan masa kecil sampai semester awal kuliah membuat saya menjadi sedikit takut dengan komputer. Sekarang pun saya memakai semua aplikasi di laptop saya dengan cara yang aneh dan tidak konvensional karena rasa malu itu.
"Heh, kok kamu ngga jawab. Ini kenapa tampilan ketikan kamu aneh? Ibu ngga marah kok, cuma penasaran saja."
Dengan malu dan pasrah saya jawab "itu saya ngga pakai font apa-apa, bu. Saya ketik begitu aja, apa adanya. Serius, bu, ngga bohong. Saya ketik pakai mesin tik yang biasa saya pakai. Settingannya ya sudah dari sananya. Merk-nya BROTHER."
Seketika semua dosen dibuat tertawa terbahak-bahak dengan jawaban apa adanya tadi. Apa saya yang lagi ngga mudeng ya?
"Ya ampun kamu ini. Jaman gini kamu ngetik tugas kampus pakai mesin tik? Komputer atau laptop kamu kenapa?" kata bu dosen.
"Saya ngga punya dua-duanya, bu." Seketika itu saya sadar, memang saya sepertinya spesies langka di kampus. Tapi apa boleh buat, kalau uangnya belum ada ya pakai saja apa yang bisa digunakan.
"Aduhhh... maapin ibu. Ngga apa-apa kok. Cuma ibu heran aja, Ya udah, mudah-mudahan nanti waktu kamu mengerjakan skripsi kamu sudah punya laptop sendiri jadi kamu ngga perlu repot. Kamu udah kaya sastrawan tempo doeloe ngetik pakai mesin tik begitu. Jadi kalo darurat harus ngetik kamu gimana dong?"
"Saya masukin tas, bu. Berat sih. Tas ransel saya aja udah ada yang jebol," kataku dengan polos.
"Pokoknya tetap semangat. Siapa tau nanti kamu beneran jadi sastrawan kalau sudah lulus," hiburnya. Lalu tak lama saya pamit sama ibu dosen.
Sejak hari itu saya tersadar bahwa saya berbeda. Saya memang sudah tahu saya berbeda dari cara penampilan saya kalau kuliah dengan celana sedengkul, rambut bergaya mohawk, dan bermodal secarik kertas A4 polos yang dilipat-lipat agar praktis dan sebuah bolpen atau spidol diselipkan di topi baseball saya. Tapi bukan itu. Segala keterbatasan dan...kesempitan yang saya hadapi dulu membuat cara pandang, cara berpikir, dan juga cara saya menangani sebuah masalah begitu berbeda dari anak-anak kebanyakan. Banyak dampak negatif yang sudah tentu saya harus tanggung, tapi saya juga tidak memilih berada di posisi dan pilihan takdir selucu ini. Ini mungkin sebentuk berkah untuk saya. Saya juga belum tahu mau diapakan berkah yang masih tak terdefinisikan ini. Bagi kalian yang beruntung untuk bisa membaca tulisan 'ngga jelas' ini, kalian akan 'terpaksa' saya ajak melihat bagaimana keanehan saya ini ditransformasikan menjadi sesuatu yang konkret dan masuk akal. Amin. Amin. Amin. Sekarang, kalian wahai para pembaca resmi menjadi bagian dari proyek saya. Ya, kamu! Kamu yang lagi baca tulisan saya ini.

Dan, kalian semua terbuka untuk memberi masukan pada cara menulis saya dengan meninggalkan komentar di comments section dibawah ini. Hanya masukan yang membangun dan bukan ledekan karena kalau...astaghfirullah, sadis banget pikiran saya tadi. Hahaha. Ternyata sebentar lagi masuk waktu sahur. Sampai jumpa semuanya. Semoga puasanya lancar.

Cerpen "Penjelajah Waktu" oleh Adriel P. Azrai

Penjelajah Waktu
Cerpen  karya: Adriel P. Azrai
(March 26, 2015, 12:06 pm)



http://www.lonelyplanet.com/scotland/edinburgh/images/holyrood-park-19429-33

Petang menjelang saat tubuh lunglai kami mendaki puncak bukit Arthur’s Seat yang berada di jantung kota tua Edinburgh, Skotlandia. Bukit vulkanik inaktif ini dipercaya menjadi tempat kontemplasi Arthur, raja bangsa Celts dahulunya. Kabut tebal mulai turun, tipikal cuaca Inggris dan Skotlandia, yang membatasi jarak pandang. Cuaca sore itu susah diprediksi. Aku dan mama berharap dapat mencapai puncak sebelum hujan. Kami naik siang hari dari timur dimana datarannya landai dan masih dapat dicapai dengan berjalan kaki.


From www.thousandwonders.net (Photo by Michael Day)

Bukitnya tinggi, sebuah benteng alami, tapi pemandangan di bukit yang masih termasuk bagian dari Holyrood Park itu sangat indah. Bunga Gorse kuning yang bertebaran seperti bersinar menemani, menghangatkan kami yang mulai kedinginan. Satu hal yang patut disyukuri adalah klimaks ziarah ‘gila’ ini dilakukan dimusim semi.
“Sini aku bawa tasnya. Mama sudah keliatan capek sekali”, kataku sembari menarik tas selempang batik mama dan menaruhnya di bahuku.
Beban tasnya itu kupikir tak seberat beban yang dipikulnya selama membesarkanku, dan hari ini dia tetap menemaniku dalam perjalanan ke Inggris, hadiah dari kompetisi menulis cerpen. Bagiku ini liburan tetapi baginya adalah kebahagiaan untuk bisa ‘mengurusku’. Mungkin aku harus mulai memberi penghormatan lebih pada mama dari sekedar pujian verbal.
“Mama bingung kenapa kamu harus keras kepala, kenapa tidak bisa seperti kakak-kakakmu, kenapa percaya kalau kamu bukan anak biasa hanya dari kesimpulan aneh yang ditarik dari mimpi-mimpi selama kamu tidur di perpustakaan kakekmu dulu? Seaneh keputusanmu untuk masuk Sastra Inggris. Demi Tuhan, kamu bukanlah reinkarnasi dari siapapun dulunya. Bukan raja bangsa Celts, ksatria Saxon, pejuang Skotlandia, juga Duke of Wellington yang mengalahkan Napoleon di Waterloo. Kamu tak perlu kesini untuk mencari jati diri. Kamu anak mama, dan mama cukup bersyukur karenanya”, protesnya memecah diam.
“Maa...CREATIVITY IS GREAT, you can make something out of nothing. Mimpiku ke Inggris tercapai karena modalku menulis dengan bekal kreativitas, dibantu khayalan-khayalanku,” aku menyanggah.
“Ide! Kreativitas, ide, dan doa ibumu yang membawamu kesini! Ide mengantarmu ke cita-citamu; khayalan membawamu ke alam antah-berantah. Jangan membuat mama sedih dengan berkata seperti itu lagi. Di puncak nanti kamu harus tinggalkan khayalan itu dan pulang sebagai anak ibu tua ini lagi, tolong!” pintanya. 
Aku coba untuk tak mengacuhkan kata-katanya tadi karena itu sedikit-banyak mulai menggoyahkan fondasi keyakinanku akan visi-visi gaib yang kulihat di mimpi masa kecilku. Pikiranku mulai mundur ke hari pertama aku memenangkan kompetisi ini sampai hari keberangkatan

http://www.lonelyplanet.com/england/london/images/houses-parliament-LPT0112_017

Kami tak pernah menyangka kalau bisa ke Inggris. Kami tiba di bandara Heathrow, London, pagi hari. Setibanya aku dan mama disambut panitia penyelenggara yang akan mengantar kami ke hotel. Diluar bandara hatiku berdegup kencang bahagia. Ini udara Inggris...Ini tanah Inggris! Aku berada ditempat lain, bukan di Jakarta tercinta, tetapi tempat yang pernah dekat dengan ingatanku dan novel-novel yang kubaca waktu kuliah. London, ibukota seni, sejarah, dan budaya dunia! Aku dan mamaku bukan orang yang mampu. Liburan macam ini jauh dari ekspektasi orang ‘seperti kami’. Liburan ini juga yang telah membuka kotak masa lalu akan reinkarnasi. Kupercaya kebenaran akan segera terungkap!
Tur kami seperti maraton 7 hari, meliputi London dan Edinburgh. Di London kami mengunjungi banyak tempat seperti Shakespeare’s Globe theatre yang digunakan oleh Shakespeare mementaskan karya-karya agungnya, lalu Tower of London, Westminster Abbey, British Museum, makan Fish and Chips di The Fish House of Notting Hill, dilanjutkan ke Houses of Parliament, dan Buckingham Palace yang menjadi main attraction-nya London. Memang perjalanan yang hebat! Kami juga merasakan getaran masa lalu di tempat-tempat bersejarah yang kami kunjungi.


http://www.lonelyplanet.com/england/london/images/national-gallery-43d39a57d63adf913aff21e469f8bf84

Tapi, siapa diriku di masa lalu? Aku dipenuhi kebahagiaan tetapi apa makna dari mimpi-mimpiku? Apakah aku pernah hidup sebagai pribadi yang lain? Raja seperti Arthur? Ksatria seperti Ivanhoe? Atau Jenderal hebat Wellington? Masa lalu tetap membisu, hening seperti kubur Dickens di Westminster Abbey. Keadaan ini mempengaruhi mood perjalanan di Edinburgh seolah tidak ada yang spesial disini disamping belanja Tartan dan pajangan untuk suvenir. Lalu datanglah sebuah bisikan untuk mendaki keatas Arthur’s Seat malamnya. Ada apa diatas sana selain bebatuan?


http://www.realedinburgh.co.uk/
_____________________


http://www.thousandwonders.net/Arthur%27s+Seat?q=arthur%27s+seat (Photo by Pho)


“Kamu kok melamun?”
“Kita sudah sampai!” kata mama.
Sepertinya kami jalan cukup jauh. Kabut menebal disekitar kami. Langit gelap dan guruh terdengar. Mama menggandengku dan menyemangati. Kami berpapasan dengan beberapa turis yang sudah meninggalkan puncak bukit yang ternyata hanya berjarak beberapa meter lagi didepan kami!
“Kita sampai, maa!” seruku kegirangan.
Ketika kami sampai puncak, Arthur’s Seat kosong melompong, hanya ada seorang tunawisma berselimut abu-abu kotor yang sedang beristirahat. Aku berjalan memutar dan melihat seluruh kota dari satu titik.




http://www.lonelyplanet.com/scotland/edinburgh/images/edinburgh-castle-25818-144

http://www.redbubble.com/people/marta69/works/5058512-dark-sky-over-arthurs-seat (Photo by Marta69)

Aku diam merenung sejenak dan berbalik kearah mama.
“Ayo pulang, hujan akan turun dan tak ada Arthur disini.”
“Kamu tidak apa-apa?” sembari menepuk dadaku yang dipenuhi kesedihan.
“Ya. Saatnya pulang, ma. Aku tidak apa-apa.”
Ternyata hujan turun awal dan mulai membasahi bukit batu itu. Anehnya airnya begitu hangat jatuh di wajah kami, lalu kabut menghilang perlahan.
“Arthur was here and I knew him!” Suara berat datang dari belakang kami. Si tunawisma berdiri dan selimutnya berubah kehijauan terang terkena hujan.
Kami berbalik dan terkejut melihatnya. Seorang ksatria tua dengan jubah hijau ada dihadapan kami.
“Sss-siapa... who and what are you?” Seruku takut sambil memegang mama yang hampir pingsan.
“I am nobody, I have lived very long to understand many languages, spoken and unspoken, including yours. Beberapa bangsa memanggilku Green Man dan aku yang mengundangmu untuk menenangkan hatimu dan menjawab pertanyaanmu.”
“Aku p-p-pernah membaca tentangmu,” jawabku.
“Aku pernah membaca hampir semua buku, hampir,” balasnya.
“Kau t-t-tahu siapa aku di masa lalu?”
“Aku tahu kamu dan anak-anak sepertimu. Arthur punya banyak mimpi dan tekad sepertimu, Wellington juga. Tetapi kamu adalah kamu dan memiliki kesempatan yang sama seperti mereka juga. Frekuensi jiwamu, melampaui ruang dan waktu, menyentuh frekuensi mereka ketika kau memiliki mimpi dan tekad yang sama. Kamu akan menjadi lebih besar dari mereka, seperti yang kamu bilang tadi siang ‘CREATIVITY IS GREAT, you can make something out of nothing.’ Raih mimpi-mimpimu dan arahkan nasibmu sesuai harapanmu. Anakku, pulanglah bersama ibumu, aku akan selalu bersamamu ketika kamu melakukan hal yang benar,” seraya menuruni bukit dan menghilang.
Untuk sesaat kami terdiam, kugandeng mama, dan mengarah pulang. Dalam diam ku membathin, mungkin ini adalah alasanku kesini.



*Cerita dan cerpen ini adalah sebuah karya fiksi yang ditulis dalam rangka mengikuti kompetisi cerpen Creativity is Great yang diselenggarakan oleh penerbit Fantasious bekerja sama dengan  British Embassy Jakarta. Sampai saat karya ini ditulis penulis belum pernah sekalipun pergi ke Inggris maupun ke Skotlandia. Bahan materi yang digunakan berasal dari buku-buku bacaan penulis semasa kecil dan sebagian lagi dari buku travelling yang dikoleksi sewaktu SD. Semoga karya ini menjadi sebuah bentuk doa dimana suatu saat nanti penulis dapat merealisasikan perjalanannya ke tempat-tempat yang disebut didalam cerpen ini. Untuk detail kompetisi cerpen Fantasious dapat dilihat di laman Facebook resmi Fantasious Indonesia berikut:


#creativityisgreat  #britishembassy #britishembassyjakarta #fantasious